Tepat pada hari ini, air mataku mengering membuat rasa tak
nyaman batin. Ingin sekali aku menangis tetapi tidak dapat kulakukan lagi, ada
apa dengan pikiran dan hatiku ini, kemanakah engkau wahai batin. Kumohon meledaklah
semuanya sehingga hancur berkeping-keping sakit hati ini.
Bawakan aku bom untuk kutiduri, bawakan aku dinamit untuk persandaran kepalaku, bawakan aku nuklir untuk selimut tidurku.
Maka terbangunlah aku mendapati lembaran kertas sudah terisi dengan tulisan tangan yang jelek seperti wajahku saat melamun. Tetapi aku merasa ada yang kurang dari lembaran ini, lembaran yang penting melebihi nyawaku.
Oh kemanakah tulisanku, mengapa engkau lari daripadaku, janganlah kiranya engkau membenci aku.
Sang komandan pleton dari arah jam satu berteriak padaku. “hei
pasukan bangun dan carilah tulisanmu itu”.
Aku bingung dan terdiam, keadaan dan tempat ini membuatku terkejut, bukankah seharusnya aku berada didalam jeruji besi.
Hingga aku menyadari, darimana asalnya inspirasiku menulis ini, bukankah aku ini seorang penjahat, bukannya penulis. Oh Penjaga sipir yang entah dari mana munculnya kau dalam imajinasiku ini, kau kemanakan tulisan indahku untuk pacarku itu, mengapa engkau menarik hingga putus hurufnya.
Bahkan alur cerita yang kutulis tidak dapat kumengerti seorang diri, bukankah yang ingin kutulis ini adalah kisah pertikaian antara otak dan hatiku. Pergilah yang jauh wahai kehampaan, engkau mengganggu maksud dan alur tulisanku.
Luigi Iram Rangi, Pontianak 13 Desember 2024